We’ve updated our Terms of Use to reflect our new entity name and address. You can review the changes here.
We’ve updated our Terms of Use. You can review the changes here.

Novel cerita sejarah 0 2019

by Main page

about

TEKS CERITA SEJARAH : Pengertian, Struktur Teks, Kaidah Kebahasaan dan Contoh Teks Cerita Sejarah

Link: => walpoineogeds.nnmcloud.ru/d?s=YToyOntzOjc6InJlZmVyZXIiO3M6MzY6Imh0dHA6Ly9iYW5kY2FtcC5jb21fZG93bmxvYWRfcG9zdGVyLyI7czozOiJrZXkiO3M6MjA6Ik5vdmVsIGNlcml0YSBzZWphcmFoIjt9


Novel sejarah adalah novel yang di dalamnya menjelaskan dan menceritakan tentang fakta kejadian masa lalu yang menjadi asal-muasal atau latar belakang terjadinya sesuatu yang memiliki nilai kesejarahan, bisa bersifat naratif atau deskriptif, dan disajikan dengan daya khayal pengetahuan yang luas dari pengarang. Tema memberi kekuatan yang menegaskan kesatuan kejadian-kejadian yang sedang diceritakan sekaligus mengisahkan kehidupan dalam konteksnya yang paling umum. Konflik Merupakan situasi munculnya persoalan generating circumstances , persoalan semakin meningkat rising action dan mencapai klimaks.

Seribu lima ratus inertness Belanda, terutama perempuan dan anak-anak, akan meninggalkan Batavia dalam beberapa hari berikutnya menuju ke dan , mayoritas akan diangkut dengan kapal dan sebagian lagi akan diangkut dengan pesawat. Buku ini menceritakan tentang suka serta duka bagaimana mereka mempertahankan hidup mereka ketika berada di tanah buangan. Beberapa kebiasaan membaca yang menghambat kecepatan membaca antara lain: vokalisasi membaca dengan bersuara , gerakan bibir, gerakan kepala, menunjuk dengan jari, regresi kembali mengulang bacaan sebelumnya , subvokalisasi melafalkan dalam batin.

soal bahasa indonesia: Teks cerita (novel) sejarah

Benjamin 1991: 1-2 menguraikan fungsi dari belajar sejarah. By studying novel cerita sejarah record that previous generations have left, we can find our about the kind of lives they led and how they faced their problems. We can use what we learn about the experiences of people who lived before us to help solve problems we face today. Though the modern world is quite different from the societies in which our ancestor lived, the story of their accomplishments and failuresnis only yardstick by which we can measure the quality of our own lives and the success of our sosial arrangements. Wineburg 2007: 6 menilai sejarah perlu diajarkan di novel cerita sejarah karena memiliki potensi untuk menjadikan manusia berkeperikemanusiaan, hal yang tidak dilakukan oleh semua kurikulum pembelajaran lainnya di sekolah. Lebih jauh Wineburg menjelaskan bahwa jika dimanfaatkan dengan baik dengan menyelaraskan kebutuhan kekinian dan mengabaikan yang tidak sesuai lagi sejarah akan menjadi sangat berguna. Menurutnya masa lalu menjadi tanah liat, kita tidak dituntut untuk memperluas pemahaman kita untuk belajar dari masa lalu. Justru sebaliknya, masa lalu kita bengkak-bengkokkan sekehendak hati kita agar sesuai dengan makna yang telah lebih dahulu kita tentukan baginya 2007: 8. Dengan menggunakan strategi yang tepat dalam memahami nilai-nilai sejarah, pembelajaran sejarah dapat mempertinggi sikap kritis dan daya kreatif bangsa terutama untuk menjawab berbagai tantangan bangsa pada masa kini. Pengajaran sejarah yang normatif seperti ini dalam beberapa hal diakui oleh para ahli telah berperan dalam pewarisan nilai-nilai luhur bangsa untuk memperkuat tujuan pendidikan. Mempelajari sejarah bukannya sekedar untuk memahami masa lampau itu sendiri, tetapi bermakna dalam pencarian pelajaran dan antisipasi masa kini dan mendatang. Sjamsuddin 2008: 267-268 mengulas beberapa kritik terhadap pembelajaran sejarah, yaitu: pertama, materi sejarah novel cerita sejarah banyak sehingga pengajar dan anak didik kewalahan. Kedua, metode ceramah yang digunakan oleh guru yang seharusnya berpusat pada siswa dan dialogis. Kelima, berkaitan dengan mahasiswanya, mereka memilih jurusan pendidikan sejarah pada pilihan kedua, akibatnya mereka kuliah tidak sepenuh hati. Dalam perspektif Wiriaatmadja 2002seorang pendidik sejarah yang baik tidak hanya menguasai materi sejarah dengan baik dalam konteks lokal, nasional, maupun global, tetapi juga mahir menerapkan teknik dan metodologi mengajar agar relevan dengan tujuan-tujuan pendidikan. Dalam menghadapi kehidupan saat ini, peserta didik tidak hanya membutuhkan keterampilan intelektual saja, namun ia juga membutuhkan ketegaran, keuletan, kesetiaan, kemampuan berinteraksi sosial, dan kemanusiaan sehingga pendidikan sejarah di sekolah jangan hanya kental dengan pengembangan kegiatan berpikir ranah kognitif dengan mengabaikan domain efektifnya dan pendidikan nilai. Hakam novel cerita sejarah mengungkapkan bahwa pendidikan novel cerita sejarah adalah pendidikan yang mempertimbangkan objek dari sudut moral dan sudut pandang non moral, meliputi estetika, yakni menilai objek dari sudut pandang keindahan dan selera pribadi, dan etika yaitu menilai benar atau salahnya dalam hubungan antarpribadi. Dari definisi di atas, dapat dimaknai bahwa pendidikan nilai adalah proses bimbingan melalui suri tauladan pendidikan yang berorientasi pada penanaman nilai-nilai kehidupan yang di dalamnya mencakup nilai agama, budaya, etika, dan estetika menuju pembentukan pribadi peserta didik yang memiliki kecerdasan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian yang utuh, berakhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, dan negara. Sementara tentang pentingnya pendidikan nilai, Combs Hakam, 2000: 74 mengemukakan beberapa pertimbangan bahwa terdapatnya kekeliruan sementara orang, yakni: Terabaikannya pendidikan nilai, menurut McLuhan Djahiri, 2008 akan memunculkan manusia yang cerdas otaknya namun tumpul emosinya. Potret ini disejumlah tempat sudah mulai nampak. Proses emoting-minding, spiritualizing, valuing dan mental round trip dikalahkan oleh proses thinking and rationalizing. Sangat kuat anggapan di kalangan siswa bahwa belajar sejarah tidak lain dari belajar menghafal fakta-fakta. Pandangan yang demikian menyebabkan munculnya sikap yang memperlihatkan rasa bosan, tidak tertarik pada bidang sejarah, dan merasa belajar sejarah sebagai beban yang tidak ada gunanya. Banks 1985: 226-227 mengemukakan, mempelajari sejarah tidak hanya mempelajari apa yang tersurat dalam buku-buku sejarah atau produk terhadap sejarah, tetapi bagaimana memecahkan masalah sejarah tersebut melalui metodologi sejarah. Dengan demikian, siswa dapat memahami mengapa kehidupan manusia selalu berubah tidak ada yang abadi di dunia ini kecuali perubahan. Kelemahan yang terdapat dalam masyarakat Indonesia bukan terletak pada minat membaca saja, tetapi juga pada daya serap bahan bacaan. Cara menumbuhkan minat membaca menurut Sutikno 2006: 95 adalah dengan menumbuhkan rasa ingin tahu yang tinggi. Selanjutnya dari sikap ingin tahu tersebut, timbul sikap konsentrasi membaca dan tingkat fokus bacaan yang baik. Budaya membaca merupakan ciri pembangunan budaya dalam masyarakat atau bangsa yang berorientasikan pendidikan dan keilmuan. Seperti yang disarankan oleh Ahmad dan Sulaiman 2005salah satu cara untuk meningkatkan minat baca anak adalah dengan memulainya mengenalkan pada bacaan-bacaan yang ringan seperti cerpen, roman, atau novel. Lebih lanjut Sutikno 2006: 93-95 mengungkapkan bahwa novel yang bermutu dapat menimbulkan rasa ingin tahu anak dan mendorongnya untuk membaca. Dengan demikian, novel bisa dijadikan wahana untuk meningkatkan minat baca anak. Beberapa kebiasaan membaca yang menghambat kecepatan membaca antara lain: vokalisasi membaca dengan bersuaragerakan bibir, gerakan kepala, menunjuk dengan jari, regresi kembali mengulang bacaan sebelumnyasubvokalisasi melafalkan dalam batin. Menurut Soedarso 2006: 11 ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kecepatan membaca, yaitu: setiap membaca buku harus memiliki tujuan, melihat dengan otak mata dan otak terus-menerus menganalisis isyarat yang diterima dan membandingkan dengan pengalaman yang sudah lampau, imformasi yang banyak sekali diterima sebelumnya dijadikan dasar untuk memberikan reaksi atas masuknya suatu isyaratgerakan mata dalam membaca, dan meningkatkan konsentrasi. Implementasi kegiatan pengembangan mental ini dilakukan sesuai dengan usia atau tahap perkembangan mental tertentu. Maksudnya pada tahap ketika peserta didik memiliki kesiapan untuk melakukan kegiatan belajar. Pada hakikatnya proses belajar merupakan novel cerita sejarah mental yang tidak dapat dilihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang yang sedang belajar, tidak dapat disaksikan dengan kasat mata Hill, 2009. Kita hanya mungkin dapat menyaksikan sekedar adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak. Pembelajaran sejarah dengan menggunakan novel sejarah merupakan salah satu pembelajaran afektif. Dalam kajian psikologi belajar, sejak kecil orang harus belajar menerima perasaannya sebagai bagian dari kepribadiannya sendiri. Dengan demikian, dia mampu menguasai ungkapan perasaannya dan tidak kehilangan kontrol rasional. Dalam hal ini anak didik harus mendapat pendidikan pula supaya alam perasaan berkembang menjadi novel cerita sejarah dan luas sehingga ia dapat mengungkapkan perasaannya dalam bentuk ekpresi yang wajar dan diterima masyarakat Winkel, 1987: 41. Pembelajaran sejarah dengan menggunakan media novel bisa menggunakan teori belajar yang dikembangkan oleh Barbara K. Given, yaitu sistem pembelajaran emosional. Given 2007: 79 memiliki keyakinan bahwa emosi negatif pasti menghambat prestasi akademis, sementara emosi positif bisa meningkatkan perolehan pengetahuan dan keterampilan. Emosi menghubungkan tubuh dan otak dan menyediakan energi untuk memacu prestasi akademis, juga kesehatan dan keberhasilan pribadi, karena semua yang kita lakukan dikendalikan oleh emosi Goleman, 1995: 187. Emosi tidak dapat novel cerita sejarah dan sangat penting dalam proses pembelajaran karena setiap emosi memotivasi siswa dapat mempengaruhi kepribadian siswa dan pada akhirnya mempengaruhi kemampuan belajar mereka Given, 2007: 119. Sistem pembelajaran emosional harus dapat membantu siswa untuk mengungkapkan gagasan dan aktivitas yang mereka sukai dan guru perlu memasukan rencana pelajaran yang mengembangkan tujuan pribadi. Dalam pembelajaran emosional guru harus mampu menyamakan langkah dengan emosi siswa, meskipun hal tersebut memang tidak mudah. Given 2007: 121 mengilustrasikan jika seorang siswa merasa sedih, guru perlu menyelaraskan diri dengan nada kesedihan dan jika guru mengabaikan kesedihan dan mengajar dengan antusias, kemungkinan besar anak itu bereaksi dengan bersikap tidak peduli atau bahkan marah. Given memberikan contoh pembelajaran emosional dalam sejarah sebagai berikut. Ketika siswa belajar tentang tokoh sejarah, pembahasan di kelas tentang bagaimana perasaan si tokoh-ketakutan, kesedihan, atau cita-cita apa yang mendorongnya untuk bertindak- memberi sudut pandang emosional yang bisa dirasakan siswa tanpa harus menarik perhatian terhadap dirinya sendiri. Novel cerita sejarah itu guru bisa menggunakan cerita termasuk novel sejarah untuk membantu anak-anak mengenali beragam karakter. Cerita juga bisa mendukung kecakapan analitis remaja dan memperhalus transisi dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan. Siswa akan merasa dibolehkan kembali mengenang masa lalu sambil membuat keterkaitan dengan tokoh-tokoh cerita dengan cara yang lebih dewasa. Emosi bisa dibahas secara tidak langsung melalui tokoh-tokoh itu sehingga siswa tidak merasa canggung Given, 2007: 126. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh guru sejarah yang selalu menggunakan metode ceramah adalah kemampuan bercerita. Menurut Cahyani 2005: 337kebiasaan para guru untuk mendongeng atau bercerita untuk siswa dikelas ternyata sangat bermanfaat untuk masa depan umat manusia karena dapat meningkatkan kemampuan imajinatif, matematika, dan kemampuan bahasa. Menurutnya, ketiga kemampuan tersebut merupakan tulang punggung kemajuan peradaban manusia. Mengutip pendapat Descartes, Cahyani mengungkapkan bahwa orang yang memiliki daya nalar yang tinggi dan yang mampu mengatur pikirannya dengan cara yang sebaik-baiknya agar jelas dan mudah dimengerti orang, selalu paling mampu meyakinkan orang lain dengan cara berbicaranya. Dari acuan ini dapat dikatakan bahwa daya nalar yang tinggi terletak pada kemampuan berbicara. Bercerita adalah menyampaikan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan orang lain mau mendengar, mengerti, dan menerima sesuatu yang disampaikan. Sastra termasuk novel sejarah merupakan bagian dari budaya dan kehidupan kita sebagai manusia. Penggunaan bahasa yang baik dan efektif serta imajinatif dalam sastra dapat membuahkan pengalaman-pengalaman estetika serta respon-respon intelektual dan emosional Tarigan, 1995:5. Hal tersebut menurut Tarigan 1995: 5-6 akan menyebabkan pembacanya merasakan dan menghayati para tokoh, aneka konflik, berbagai unsur dalam suatu latar, dan masalah-masalah kesemestaan manusia; juga akan dapat membantu pembacanya mengalami kesenangan, keindahan, keajaiban, kelucuan, serta keputusasaan. Secara psikologi respon terhadap karya sastra akan sangat ditentukan oleh pengalaman hidup, bacaan, bayangan masa lalu dan masa depan, dan suasana masa kini Tarigan, 1995: 6. Secara psikologis, pada umumnya orang dewasa pada umumnya cenderung menoleh ke masa lalu untuk bernostalgia; remaja menatap jauh ke masa depan penuh dengan cita-cita, dan anak-anak sibuk dengan masa kininya. Zeitgeist dalam Sons, 2003 novel cerita sejarah Historical Terms the spirit, attitude, or general outlook of a specific time or period, esp as it is reflected in literature, philosophy, etc. Aspirasi pokok sejarah intelektual ialah adanya Zeitgeist jiwa zaman dan pandangan sejarah idealistik yang berpendapat bahwa pikiran-pikiran mempengaruhi perilaku. Bagi sejarawan yang beraliran new cultural historian, yang tidak lagi memisahkan fakta dan fiksi, sangat menganggap penting setiap karya sastra yang lahir pada suatu zaman Sambodja, 2009. Karena, dengan pendekatan itu mereka juga bisa melihat perilaku dan perubahan budaya suatu novel cerita sejarah melalui karya sastra. Para sejarawan juga bisa menilai nilai-nilai yang berkembang di suatu masyarakat pada zaman tertentu dari karya-karya sastra yang lahir pada zaman itu. Greenblattt menawarkan pembaharuan atas pendekatan sejarah yang pada waktu itu masih dominant dalam kritik sastra di Amerika, yakni kecenderungan melihat sastra sebagai cermin yang secara transparan dan pasif merefleksikan budaya dan masyarakatnya Budianta, 2006. Dalam perspektif yang baru, karya sastra ikut membangun, mengartikulasikan dan memproduksi konvensi, norma, dan nilai-nilai budaya melalui tindak verbal dan imajinasi kreatifnya. Teks memang merupakan produk dari kekuatan sosial historis pada zamannya, tetapi pada saat yang sama teks juga menghasilkan dampak sosial. Sebuah karya sejarah, terkadang tidak saja bersumber pada data dan fakta konvensional, seperti arsip, buku, ensiklopedi, surat, dan lain sebagainya, yang kebanyakan hanya dapat menujukkan realitas di bagian permukaan saja. Akan tetapi, harus pula dapat menggunakan sumber alternatif lain, terutama karya-karya sastra, seperti novel, roman, cerpen, puisi, dan lain sebagainya. Memang karya sastra tidak memisahkan unsur-unsur riil dan khayal. Namun demikian, sudah menjadi tugas seorang sejarawan untuk memisahkan itu. Usaha mempergunakan berbagai karya sastra lebih banyak membantu, daripada merugikan, terutama mendapatkan data sosial yang sangat berharga dan tidak dapat didapatkan dari keterangan-keterangan sumber konvensional Manurung, 2009 Selain itu, penggunaan karya sastra juga sangat membantu seorang sejarawan, terutama dalam tahapan interpretasi, untuk berimajinasi yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan masa kini dan masa lampau. Terkadang berbagai sumber konvensional hanya berupa data novel cerita sejarah kaku sehingga tidak dapat menggambarkan realitas yang terjadi pada masa lampau. Kekurangan itu sebenarnya dapat diatasi menggunakan berbagai karya sastra. Novel, misalnya, walaupun ada nilai-nilai yang bersifat khayal, namun pengambaran dalam novel adalah realitas yang mewakili jiwa zamannya. Oleh karena itu, karya-karya sastra tidak boleh diabaikan dalam mengungkapkan realitas masa lampau yang penting dalam membantu menjelaskan kejadian-kejadian di masa lampau secara utuh Manurung, 2009 Esten 1990: 40 mengungkapkan bahwa dengan memahami novel-novel sejarah kita akan mendapatkan gambaran dari suatu proses perubahan sosial dan tata nilai, dan kita akan melihat bahwa perkembangan novel-novel tersebut merupakan suatu proses yang berpangkal dari perubahan sosial dan tata nilai tadi. Sastra sebagai sebuah karya tidak muncul dari khayalan saja, tetapi seorang pengarang mengambilnya dari realitas kehidupan yang terjadi. Pada dasarnya, sastra adalah sebuah media yang menjembatani masyarakat untuk membahasakan apa yang terjadi di lingkungannya. Novel cerita sejarah yang tidak lepas dari pendidikan, politik, ekonomi dan tempat di mana mereka novel cerita sejarah diri sebagai seorang warga negara. Segala sisi kehidupan itu menjadi sorotan bagi seorang pengarang. Seorang pengarang mengambil satu sisi kehidupan yang dianggapnya patut diperbincangkan, lalu dengan pemikiran dan kreatifitasnya, ide-ide tersebut disejajarkan dengan kejadian di dunia keseharian yang biasa dihadapi oleh masyarakat. Tampak bahwa sastra berakar dari lingkungan sosial, di mana masyarakatnya saling berhubungan dan membentuk interaksi di dalamnya. Karya sastra juga merupakan refleksi evaluatif perikehidupan novel cerita sejarah pengarang. Semakin intens ia menghayati kehidupan, semakin dalam pula hasil evaluasinya yang diungkapkan. Biasanya pengarang menampilkan sisi lain yang langsung menyentuh kemanusiaan. Demikian juga berbagai soal dalam kehidupan manusia ini akan tetap novel cerita sejarah sumber bagi seorang pengarang. Ia akan terus menggalinya sampai ke hakikat kehidupan serta berupaya menemukan makna yang terkandung di dalamnya. Pada tingkat kesadaran yang tinggi, apa yang diajukan sastrawan adalah hasil dialog antara dirinya dengan lingkungan realitas, yang berbagai dimensi itu, sedangkan pada tingkat kesadaran yang rendah karya sastra itu adalah pantulan dari realitas itu Abdullah, 1983: ix. Kamarga 2007 mengungkapkan bahwa berpikir kesejarahan merupakan struktur, maka pemahaman kesejarahan merupakan isi dari sejarah itu sendiri sehingga diantara keduanya tidak dapat dipisahkan dan harus diberikan sebagai materi sejarah secara utuh. Novel cerita sejarah melihat definisi yang diungkap oleh Buckingham tersebut terlalu lemah. Wineburg 2006: 10 menyimpulkan bahwa mampu berfikir sejarah, berarti mengharuskan berfikir dengan cara yang bertentangan dengan cara berfikir sehari-hari. Wineburg bersepakat dengan pendapat Ginzburg bahwa tujuan belajar sejarah adalah mengajarkan apa yang tidak dapat kita lihat. Wineburg 2006: 10 menilai bahwa mengingat nama-nama, tanggal-tanggal, dan kejadian-kejadian jauh lebih mudah daripada mengubah struktur dasar cara berpikir kita yang kita gunakan untuk memahami makna masa lalu. Wineburg 2006:10 berpendapat bahwa proses berpikir sejarah bukanlah proses alami dan bukan pula sesuatu yang muncul begitu saja dari perkembangan kejiwaan. Dengan memiliki kemampuan historical thinking siswa akan mampu berpikir kronologis, memahami perubahan dalam kurun waktu, menganalisis literatur sejarah, memahami cara mencari sumber sejarah, memahami konsep sebab akibat dalam sejarah, dan memahami interpretasi sejarah Historical understanding adalah standard yang menetapkan bahwa siswa sebaiknya mengetahui sejarah keluarganya, komunitasnya, negara bagiannya, bangsa dan dunia. Pengertian-pengertian ini dilukiskan berdasarkan catatan-catatan mengenai aspirasi-aspirasi kemanusiaan, perjuangan, prestasi-prestasi, dan kegagalan-kegagalannya dalam sedikitnya lima ranah kegiatan manusia, seperti sosial, politik, ilmu dan teknologi, dan budaya yang dinilai tepat bagi siswa Nash, 1996. Historical understanding yang diharapkan dari pembelajaran sejarah antara lain: b. Mengutip pendapat Johnson, King, dan Cain, Weiner 2001 mengungkapkan bahwa penggunaan novel sejarah sepanjang digunakan bersamaan dengan buku teks dan sumber primer telah membuat sejarah menjadi lebih menyenangkan dan berkaitan dengan kehidupan siswa. Weiner 2001 berargumen bahwa novel sejarah telah membangun cara pandang dari masyarakat bawah yang banyak mengungkap permasalahan kehidupan dan pengalaman mereka. Hertz 2007 dalam uraiannya membuat suatu rancangan yang dapat digunakan guru atau dosen untuk membantu penggunaan novel sejarah di dalam kelas sejarah. Menurutnya, guru sejarah dapat menggunakan novel sejarah untuk memperjelas, menguatkan, dan melakonkan tema dan peristiwa sejarah yang para siswa kesulitan mengingat atau memahaminya. Roman sejarah dapat mempermudah novel cerita sejarah sejarah untuk siswa yang kebingungan, tidak tertarik, atau tidak mau menerima buku teks sebagai sumber pembelajaran Hertz, 2007. Ada beberapa hal yang harus guru dan siswa penting pahami sebelum menggunakan novel sejarah dalam pembelajaran di kelas. Penting bagi guru dan para siswa untuk mempertimbangkan beberapa petunjuk untuk mengevaluasi ketelitian roman historis itu. Petunjuk untuk meneliti data dapat dibagi menjadi empat utama ketegori yaitu: seting, karakter, alur cerita, dan tema. Heartz 2007 mengusulkan pertanyaan untuk meneliti fiksi historis, yaitu: b. Mengundang ahli ke dalam kelas maka siswa mempunyai kesempatan untuk mendiskusikan pengamatan mereka dan menyelidiki pertanyaan. Harus dipahami pula bahwa tenaga ahli bisa nenek, paman, atau siapa saja yang telah menempuh perjalanan hidup secara ekstensif, atau orang yang memiliki pengalaman tertentu. Dengan mengutip Walter Scott, Djokosujanto 2001:1 menguraikan fungsi novel sejarah adalah resureksi masa lalu, yaitu kemampuan untuk menghidupkan kembali masa lalu yang menjadi pokok ceritanya serta mampu memberikan informasi sejarah. Untuk dunia pendidikan, novel sejarah berfungsi dalam hal pembentukan manusia dan mendekatkan pada masa lalu bangsanya. Kelly 2008:1 yang berpendapat bahwa novel sejarah membuat siswa memiliki kesempatan seolah-olah mengalami sendiri peristiwa pada masa lalu, siswa dapat belajar bagaimana kebudayaannya, dan membangun kepedulian pada sejarah. Kelly 2008:1 merekomendasikan beberapa langkah dalam penggunaan novel sejarah dalam pembelajaran, yaitu proses seleksi novel, perencanaan dan persiapan guru, dan merancang aktivitas pengayaan. Para siswa tidak bisa memahami bahwa tokoh sejarah tersebut mempunyai cara pandang terhadap dunia novel cerita sejarah sesuai dengan zamannya. Kemudian, para siswa tidak bisa menyerap gagasan dari tokoh historis sebagai orang-orang riil, sehingga sejarah menjadi lebih berbeda dibanding kenyataan Hertz, 2007. Dalam pandangan Heartz, Novel sejarah dapat dijadikan alat untuk mengganggu berbagai mitos yang ada. Kebanyakan para siswa suka suatu cerita yang penuh dengan kegembiraan, petualangan dan tantangan; jika suatu novel sejarah ditulis dengan baik, maka hal—hal tersebut akan termuat didalamnya. Novel sejarah memiliki kelebihan dalam hal kedetilan dalam menyajikan data dan tema dan unsur-unsur lain yang perlu lebih di explorasi. Konflik yang ada dalam sejarah menjadi riil kepada siswa sebab tokoh didalamnya diperkenalkan pada dimensi manusia yang sebanarnya. Sukses dan kekalahan mereka menimbulkan suatu tanggapan emosional dari pembaca. Tanggapan ini dapat menggambarkan bahwa para siswa masuk dalam dunia masa lalu dan memiliki perspektif dalam suatu dimensi historis. Guru sejarah yang membawa novel sejarah kedalam pembelajaran sejarah di kelas telah membangun siswanya kedalam pemahaman baru tentang sejarah. Novel sejarah dapat melibatkan emosi siswa sebagaimana kognitifnya digunakan ketika memikirkan sejarah tersebut. Ada beberapa hal yang terjadi setelah guru menggunakan novel sejarah dalam pembelajaran Hertz, 2008 yang merupakan manifestasi dari resureksi dalam pembelajaran sejarah, yaitu sebagai berikut. Siswa terbawa larut kedalam isi novel tersebut. Siswa menjadi lebih menyenangi sejarah. Siswa mulai untuk membuat kesimpulan mengenai kondisi geografis, organisasi pemerintahan, keyakinan agama, sikap sosial, tipe makanan, ukuran kota, alat transfortasi, distribusi kesejahteraan, kelas sosial, dan hukum. Lindquist 2008:1 mengungkapkan bahwa menggunakan novel sejarah dalam pembelajaran sejarah ternyata membantunya mengintegrasikan kurikulum serta memperkaya pembelajaran sosial studies. Tentu saja, pengajaran dengan novel sejarah itu tidak berdiri sendiri namun terintegrasi dengn model pembelajaran yang novel cerita sejarah antara fiksi dan fakta dan validitas penelitian sejarah. Lindquist 2008: 2-3 mengungkapkan terdapat tujuh alasan mengajar dengan menggunakan novel sejarah, yaitu sebagai berikut. Anda tidak akan kecewa dengan saya dalam urusan bisnis ini karena perusahaan akan memastikan pinjaman Anda terserah Anda, itu juga tidak akan berakhir di sana, kami memiliki tim ekspat yang mengerti hukum investasi, mereka akan membantu Anda, memberikan tip yang akan membantu Anda mengelola investasi Anda sehingga Anda menginvestasikan pinjaman Anda, jadi Anda tidak lagi bangkrut dalam hidup Anda dan tawaran menakjubkan ini hadir dengan pinjaman Anda, Hubungi kami hari ini melalui email alexanderrobertloan gmail.

Mendut di bawa begitu saja karena kecantikkannya. Gempa ini berkekuatan 9,3 menurut skala Richter dan dengan ini merupakan gempa Bumi terdahsyat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir ini yang menghantam Aceh, Pantai Barat Semenanjung Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Sri Lanka, bahkan sampai Pantai Timur Afrika. Frasa Adverbial, merupakan kata yang menunjukan kejadian atau peristiwa, waktu, dan tempat. Wineburg bersepakat dengan pendapat Ginzburg bahwa tujuan belajar sejarah adalah mengajarkan apa yang tidak dapat kita lihat. Kekuatan gempa pada awalnya dilaporkan mencapai magnitude 9. Tetralogi buah karya Pram ada empat buah novel yang ditulis selama ia diasingkan sebagai tahanan politik di Pulau Buru. Dalam novel terdapat hubungan antara latar dengan unsur cerita yang lain, baik secara langsung maupun tak langsung, khususnya dengan alur dan tokoh.

credits

released January 22, 2019

tags

about

liriticess Fort Wayne, Indiana

contact / help

Contact liriticess

Streaming and
Download help

Report this album or account